Jumat, 14 Oktober 2011

komunikasi (terapeutik & etika komunikasi)

A.    Pengertian Komunikasi
Komunikasi adalah proses interpersonal yang melibatkan perubahan verbal dan non verbal dari informasi dan ide. Komunikasi mengacu tidak hanya pada isi tetapi juga pada perasaan dan emosi dimana individu menyampaikan hubungan.(Potter dan Perry, 1999).
Komunikasi adalah sebagian dari hubungan atau hal yang membentuk hubungan antar pribadi. Dalam hal komunikasi salah satu pihak menjadi pengirim pesan, transmitter, atau juga disebut komunikator yang berfungsi menyampaikan pesan kepada orang lain yang disebut sebagai penerima pesan(receiver atau komunikan).(Sarwono S.W, 2002)

Seven Pillars of Communication Strategy
Perawat perlu memahami konsep seven pillars of communication strategy (Tujuh Sendi Strategy Komunikasi). Yang disampaikan oleh Brennan L.D., dalam Effendy O.U. (2006), yang terdiri atas hal-hal sebagai berikut:
1.      Adaptation of the Communication Procces (adaptasi proses komunikasi)
Komunikasi mengandung tujuan dan harus harus berlangsung timbale balik.
2.      Thought (pikiran)
Seorang komunikator harus berpikir dengan bahasa untuk merumuskan idenya sebelum ia mengekspresikannya kepada komunikan. Pikiran yang diaktifkan untuk komunikasi, apalagi untuk perawat harus meliputi pemikiran kausatif (causative thinking), pemikiran kreatif (creative thinking), dan pemikiran ilmiah (scientific thinking).
3.      Language control (penguasaan bahasa)
Penguasaan bahasa sangat penting dalam keperawatan, karena bahasa merupakan salah satu pilar yang diakui oleh ahli komunikasi. Bahasa dalam komunikasi meliputi dua area penting yakni bahasa verbal dan bahasa non verbal.
4.      Clearness (kejelasan)
Kejelasan pesan merupakan salah satu faktor dari keberhasilan kegiatan. Penyampaian suatu ide tidak mungkin komunikatif, yakni dapat mengubah sikap dan perilaku komunikasi apabila pengungkapannya tidak jelas.
5.      Persuasiveness (daya persuasi)
Daya persuasi dipersepsikan sebagai keikutsertaan komunikan yang melaksanakan komunikasi dengan kesadaran dan keikhlasan. 
6.      Completeness (kelengkapan)
Seorang komunikator harus dapat memilih kata-kata yang tepat dan menghindari kata yang mubazir, menghilangkan rincian yang tidak esensial, dan menyusun kalimat yang sederhana tetapi lugas.
7.      Good will (itikad baik)
Itikad baik harus ditanamkan dalam berkomunikasi, perawat harus mampu menerapkan prinsip-prinsip seperti sikap yang baik, menjaga kesopanan, optimis bahwa tindakan yang dilakukan baik, progresif, bijaksana, jujur, tulus, wajar, ramah, dan berperikemanusiaan.

B.     Tingkatan Komunikasi
Dalam Potter dan Perry (1999) dikatakan bahwa komunikasi mempunyai tiga tingkatan, yaitu intrapersonal, interpersonal, dan umum/public.
1.      Komunikasi intrapersonal
Merupakan komunikasi yang terjadi pada diri sendiri, disebut juga dialog batin yang terjadi secara konstan dan tanpa disadari. Tujuan dari jenis komunikasi ini adalah untuk menggali kesadaran diri yang mempengaruhi konsep diri serta perasaan untuk dihargai. Konsep diri yang positif dan kesadaran diri yang dating melalui dialog internal dapat membantu perawat dalam mengekspresikan diri secara tepat kepada orang lain.
2.      Komunikasi interpersonal
Merupakan interaksi antara dua orang atau didalam kelompok kecil. Seringkali saling berhadapan dan merupakan tipe yang paling sering digunakan dalam keperawatan. Komunikasi interpersonal adalah inti dalam pelaksanaan praktik klinik seorang perawat, apabila seorang perawat mampu menyampaikan informasi dengan baik maka hal tersebut akan mengawali pelaksanaan asuhan keperawatan yang juga baik.
3.      Komunikasi public
Komunikasi public adalah interaksi dengan sekumpulan orang dalam jumlah yang besar. Contoh dari komunikasi ini adalah kuliah mimbar pada sebuah ruangan yang diikuti oleh orang banyak.

C.     Bentuk Komunikasi
Ada dua bentuk komunikasi yaitu komunikasi verbal dan komunikasi nonverbal. Kedua bentuk komunikasi ini harus dipahami oleh perawat, karena perawat akan menggunakan kedua bentuk komunikasi tersebut dalam menjalankan pekerjaannya.
1.      Komunikasi Verbal
      Komunikasi verbal merupakan ketrampilan yang harus dimiliki oleh perawat, dilakukan dengan menggunakan kata-kata yang dapat diterima dan dipahami oleh lawan bicaranya. Perawat harus memahami dan melaksanakan proses komunikasi dengan memahami kualitas berbicara secara baik. Kualitas berbicara yang terkait dengan vocal meliputi:
  • Nada (tone), merupakan cerminan dari ekspresi perasaan seseorang atau situasi emosi orang yang sedang bicara.
  • Naik turunnya suara (inflection), pemberian tekanan dan penggunaan kata-kata yang disukai untuk menyampaikan pesan.
  • Pitch, penggunaan tinggi dan rendahnya suara dalam berbicara.
  • Ukuran (rate), berapa banyak kata-kata yang digunakan dalam berbicara permenit.
  • Volume, seberapa berat atau lembutnya suara yang digunakan dalam berbicara.

Potter dan Perry (1999) menjelaskan bahwa seorang perawat akan menghadapi klien dengan latar belakang yang berbeda, kemungkinan pembauran kata-kata dapat disalahartikan baik oleh perawat maupun kliennya, selain itu dialek dan subdialek juga dapat mengaburkan makna. Untuk membuat pesan agar jelas, perawat mwnggunakan komunikasi verbal secara efektif, dengan menggunakan kata-kata dan frasa yang efektif dan berada pada tingkat pemahaman klien. Perawat kadang-kadang menyertai pembicaraan verbal dengan menambahkan gerakan tubuh untuk meningkatkan pesan verbal.

2.      Komunikasi Nonverbal
Komunikasi nonverbal adalah transmisi pesan tanpa menggunakan kata-kata dan merupakan salah satu cara terkuat bagi seseorang untuk menyampaikan pesan kepada orang lain, oleh karena itu perawat secara bersamaan harus melakukan pengamatan pesan verbal dan nonverbal dari klien.(Potter dan Perry, 1999)
Menurut Mehrabian (1981), dalam Sieh A. dan Brentin L.K. (1997), dikatakan bahwa komunikasi nonverbal meliputi suara, diam, kontak mata, gaya fisik, dan sentuhan.
  • Suara. Nada, kecepatan, pengorganisasian kata-kata, dan volume pada saat seseorang berbicara dapat mempengaruhi keadaan. Sebuah pesan yang dibawa dapat menunjukkan antusiasme, perhatian, permusuhan, atau pengabaian. Hal ini sangat tergantung pada intonasi yang dipengaruhi oleh keadaan emosi pembawa pesan.
  • Diam. Merupakan kekuatan nonverbal yang menunjukkan seseorang mengurangi interaksi dengan mendemonstrasikan sikap untuk mengurangi ketidaknyamanan atau timbulnya salah pengertian. Dalam komunikasi terapeutik, diam dengan penuh perhatian menunjukkan bahwa perawat mempunyai respek, mengerti, atau memberikan dorongan pada klien untuk dapat mengekspresikan perasaannya.
  • Kontak mata. Kontak mata adalah ekspresi wajah yang dapat menimbulkan kesan-kesan bagi yang melihatnya. Mata yang besar diasosiasikan sebagai keterusterangan, ketakutan, dan kenaifan. Sedangkan pandangan yang menghadap kebawah merefleksikan kerendahan hati atau pemalu. Menaikkan kelopak mata sebelah atas menunjukkan ketidasukaan, dan melotot seringkali sebagai kemarahan atau ketakutan.
  • Gaya fisik. Seperti postur tubuh dan gaya berjalan merupakan petunjuk yang baik untuk mengetahui keadaan klien. Menurut Potter dan Perry (1999), postur dan gaya berjalan mrefleksikan gerakan tubuh, emosi, konsep diri, dan kesehatan. Pada waktu perawat berbicara hendaknya sedikit mencondongkan badan ke depan atau ke arah klien, karena hal ini menunjukkan adanya perhatian dari perawat.
  • Sentuhan. Merupakan komunikasi nonverbal yang banyak digunakan oleh perawat. Sentuhan juga perlu dipahami, karena adanya batas-batas norma sosial yang kuat di masyarakat. Oleh karena itu perawat harus secara khusus dan bijaksana melatih diri dalam penggunaan sentuhan agar tidak menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan.


D.    Komunikasi Terapeutik
Komunikasi terapeutik adalah proses di mana perawat yang menggunakan pendekatan terencana mempelajari klien. Proses memfokuskan pada klien namun direncanakan dan dipimpin oleh seorang professional (Keltner, Schwecke, dan Bostrom, 1991).
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Purwanto,1994). Teknik komunikasi terapeutik merupakan cara untuk membina hubungan yang terapeutik dimana terjadi penyampaian informasi dan pertukaran perasaan dan pikiran dengan maksud untuk mempengaruhi orang lain (Stuart & sundeen,1995).
Setiap klien adalah unik, terutama yang terkait dengan latar belakang budaya.(Potter dan Perry, 1999)
Adapun tujuan komunikasi terapeutik adalah:
  1. Membantu pasien untuk memperjelas dan mengurangi beban perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk mengubah situasi yang ada bila pasien percaya pada hal yang diperlukan.
  2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
  3. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.


Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan mengajarkan kerja sama antara perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Perawat berusaha mengungkap perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan (Purwanto, 1994).

Prinsip-prinsip komunikasi adalah:
  1. Klien harus merupakan fokus utama dari interaksi
  2. Tingkah laku professional mengatur hubungan terapeutik
  3. Membuka diri dapat digunakan hanya pada saat membuka diri mempunyai tujuan terapeutik
  4. Hubungan sosial dengan klien harus dihindari
  5. Kerahasiaan klien harus dijaga
  6. Kompetensi intelektual harus dikaji untuk menentukan pemahaman
  7. Implementasi intervensi berdasarkan teori
  8. Memelihara interaksi yang tidak menilai, dan hindari membuat penilaian tentang tingkah laku klien dan memberi nasihat
  9. Beri petunjuk klien untuk menginterprestasikan kembali pengalamannya secara rasional
  10. Telusuri interaksi verbal klien melalui statemen klarifikasi dan hindari perubahan subyek/topik jika perubahan isi topik tidak merupakan sesuatu yang sangat menarik klien.


Teknik Komunikasi Terapeutik
Teknik Komunikasi Terapeutik terdiri dari:
  1. Mendengar aktif; Mendengar mempunyai arti: konsentrasi aktif .dan persepsi terhadap pesan orang lain yang menggunakan semua indra.(Liendberg et al, cit Nurjanah (2001)
  2. Mendengar pasif; Mendengar pasif adalah kegiatan mendengar dengan kegiatan non verbal untuk klien. Misalnya dengan kontak mata, menganggukkan kepala dan juga keikutsertaan secara verbal
  3. Penerimaan: Yang dimaksud menerima adalah mendukung dan menerima informasi dengan tingkah laku yang menunjukkan ketertarikan dan tidak menilai. Penerimaan bukan berarti persetujuan. Menunjukkan penerimaan berarti kesediaan mendengar tanpa menunjukkan keraguan atau ketidaksetujuan.
  4. Klarifikasi; Klarifikasi sama dengan validasi yaitu menanyakan kepada klien apa yang tidak dimengerti perawat terhadap situasi yang ada. Klarifikasi dilakukan apabula pesan yang disampaikan oleh klien belum jelas bagi perawat dan perawat mencoba memahami situasi yang digambarkan oleh klien.
  5. Fokusing; Fokusing adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan untuk membatasi area diskusi sehingga percakapan menjadi lebih spesifik dan dimengerti, Stuart & Sundeen, cit Nurjanah (2001).
  6. Observasi; Observasi merupakan kegiatan mengamati klien/orang lain. Observasi dilakukan apabila terdapat konflik antara verbal dan non verbal klien dan saat tingkah laku verbal dan non verbal nyata dan tidak biasa ada pada klien, Stuart & Sundeen, cit Nurjanah (2001). Observasi dilakukan sedemikian rupa sehingga klien tidak menjadi malu atau marah.
  7. Menawarkan informasi; Menyediakan tambahan informasi dengan tujuan untuk mendapatkan respon lebih lanjut. Beberapa keuntungan dari menawarkan informasi adalah akan memfasilitasi komunikasi, mendorong pendidikan kesehatan, dan memfasilitasi klien untuk mengambil keputusan, Stuart & Sundeen, cit, Nurjanah, (2001). Penahanan informasi pada saat klien membutuhkan akan mengakibatkan klien tidak percaya. Hal yang tidak boleh dilakukan adalah menasehati klien pada saat memberikan informasi.
  8. Diam (memelihara ketenangan); Diam dilakukan dengan tujuan mengorganisir pemikiran, memproses informasi, menunjukkan bahwa perawat bersedia untuk menunggu respon. Kediaman ini akan bermanfaat pada saat klien mengalami kesulitan untuk membagi persepsinya denganperawat. Diam tidak dapat dilakukan dalam waktu yang lama karena akan mengakibatkan klien menjadi khawatir. Diam dapat juga diartikan sebagai mengerti, atau marah. Diam disini juga menunjukkan kesediaan seseorang untuk menanti orang lain agar punya kesempatan berpikir, meskipun begitu diam yang tidak tepat menyebabkan orang lain merasa cemas.
  9. Assertive: Assertive adalah kemampuan dengan secara meyakinkan dan nyaman mengekspresikan pikiran dan perasaan diri dengan tetap menghargai hak orang lain, Nurjanah, 2001.
  10. Menyimpulkan; Membawa poin-poin penting dari diskusi untuk meningkatkan pemahaman. Memberi kesempatan untuk mengklarifikasi komunikasi agar sama denga ide dalam pikiran, Varcarolis, cit, Nurjanah, 2001.
  11. Giving recognition (memberiakn pengakkuan/penghargaan); Memberi penghargan merupakan tehnik untuk memberikan pengakkuan dan menandakan kesadaran, Schultz & Videbeck, cit, Nurjanah, 2001.
  12. Offering Sel (menawarakan diri); Menawarkan diri adalah menyediakan diri anda tanpa respon bersyarat atau respon yang diharapkan, Schultz & Videbeck.cit. Nurjanah, 2001
  13. Offering general leads (memberikan petunjuk umum); Mendukung klien untuk meneruskan, Schultz & Videbeck cit, Nurjanah, 2001
  14. Giving broad opening (memberikan pertanyaan terbuka): Mendorong klien untuk menyeleksi topik yang akan dibicarakan. Kegiatan ini bernilai terapeuitik apabila klien menunjukkan penerimaan dan nilai dari inisiatif klien dan menjadi non terapeuitk apabila perawatan mendominasi interaksi dan menolak res[pon klien, Stuart % Sundeen, cit, Nurjanah, 2001.
  15. Placing the time in time/sequence (penempatan urutan/waktu); Melakukan klarifikasi antara waktu dan kejadian atau antara satu kejadian dengan kejadian lain. Teknik bernilai terapeutik apabila perawat dapat mengeksplorasi klien dan memahami masalah yang penting. Tehnik ini menjadi tidak terapeutik bila perawat memberikannasehat, meyakinkan atau tidak mengakui klien.
  16. Encourage deskripition of perception (mendukung deskripsi dari persepsi); Meminta kepada klien mengungkapkan secara verbal apa yang dirasakan atau diterima, Schulz & Videbeck, cit, Nurjanah, 2001
  17. Encourage Comparison (mendukung perbandingan); Menanyakan kepada klien mengenai persamaan atau perbedaan
  18. Restating (mengulang) Restating; adalah pengulangan pikiran utama yang diekspresiakn klien, Stuart & Sundeen, Cit Nurjanah, 2001.
  19. Reflekting (Refleksi): Digunakan pada saat klien menanyakan pada perawat tentang peneliaian atau kesetujuannya. Tehnik ini akan membantu perawat untuk tetap memelihara pendekatan yang tidak menilai, Boyd & Nihart, cit, Nurjanah
  20. Eksploring (Eksporasi); Mempelajari suatu topik lebih mendalam
  21. Presenting reality (menghadikan realitas/kenyataan); Menyediakan informasi dengan perilaku yang tidak menilai
  22. Voucing doubt (menunjukkan keraguan); Menyelipkan persepsi perawat mengenai realitas. Tehnik ini digunakan dengan sangat berhati-hati dan hanya pada saat perawat merasa yakin tentang suatu yang detil. Ini digunakan pada saat perawat ingin memberi petunjuk pada klien mengenai penjelasan lain.
  23. Seeking consensual validation; Pencarian pengertian mengenai komunikasi baik oleh perawat maupun klien. Membantu klien lebih jelas terhadap apa yang mereka pikirkan.
  24. Verbalizing the implied: Memverbalisasikan kata-kata yang klien tunjukkan atau anjuran.
  25. Encouraging evaluation (mendukung evaluasi): Perawat membantu klien mempertimbangkan orang dan kejadian kedalam nilai dirinya
  26. Attempting to translate into feeling (usaha menerjemahkan perasaan): Membantu klien untuk mengidentifikasi perasaan berhubungan dengan kejadian atau pernyataan.
  27. Suggesting collaborating (menganjurkan kolaborasi): Penekanan kegiatan kerja dengan klien tidak menekan melakukan sesuatu untuk klien. Mendukung pandangan bahwa terdapat kemungkinan perubahan melalui kolaborasi.
  28. Encouragingformulation of plan of action (mendukng terbentuknya rencana tindakan): Memberikan kesempatan pada klien untuk mengantisipasi alternative dari tindakan untuk masa yang akan datang.
  29. Estabilising guidelines (menyediakan petunjuk); Statemen yang menunjukkan peran, tujuan dan batasan untuk interaksi. Hal ini akan menolong klien untuk mengetahui apa yang dia harapkan dari dirinya.
  30. Open- ended comments (komentar terbuka-tertutup): Komentar secara umum untuk menentukan arah dari interaksi yang seharusnya dilakukan. Hal ini akan mengijinkan klien untuk memutuskan apa topik/materi yang paling relevan dan mendukung klien untuk meneruskan interaksi.
  31. Reducing distant (penurunan jarak); Menurunkan jarak fisik antara perawat dank lien. Hal ini menunjukkan komunikasi non verbal dimana perawat ingin terlibat dengan klien.
  32. Humor; Dugan (1989) menyebutkan humor sebagai hal yang penting dalam komunikasi verbal dikarenakan: tertawa mengurangi keteganan dan rasa sakit akibat stress, serat meningkatkan keberhasilan asuhan keperawatan.



E.     Etika Komunikasi
Komunikasi itu seni, dibutuhkan rasa dan karsa tingkat tinggi untuk menjadi seorang komunikator yang handal dan beretika. Keilmuan yang luas, kecerdasan yang luar biasa tidak menjamin bahwa seseorang bisa menjadi seorang komunikator yang ulung. Ada banyak hal yang menjadi penghambat dalam berkomunikasi. Salah bicara sedikit, bila yang kita ajak berbicara sedang dalam kondisi sensitive bisa langsung berbuah masalah. Padahal, jika dengan orang lain, apa yang kita bicarakan biasa-biasa saja.
Dalam berkomunikasi dibutuhkan lebih dari sekadar asal bicara, apalagi asal bunyi. Ada etika yang harus ditaati, baik yang tersurat maupun yang tersirat. Namun demikian, pada dasarnya etika itu dapat berdasarkan 5W+1H.
1.      Who (siapa)
Dengan mengetahui siapa yang kita ajak berkomunikasi, kita bisa langsung menyesuaikan diri. Nada suara, gerak tubuh, pandangan mata, hendaknya seirama dengan siapa kita berbicara. Misalnya, bila berbicara dengan anak-anak, nada suara agak direndahkan, gerak tubuh agak mengikuti anak-anak yang kita ajak bicara, pandangan mata menjadi lebih lembut.
  
2.      What (Apa)
Setelah tahu siapa yang menjadi teman kita berkomunikasi, kita bisa menyesuaikan apa yang hendak kita bicarakan. Rasanya tidak akannyambung berbicara tentang reksadana syariah kepada orang yang tidak tahu bahkan tentang bank sekalipun. Hanya buang-buang waktu dan membuat kita semakin keki.

3.      Where (Di Mana)
Membicarakan tentang politik di tempat pesta ulang tahun teman? Hindari saja. Jangan menjadi perusak suasana. Bergurau secara berlebihan ketika sedang menikmati santap malam di sebuah restoranhotel yang cukup mewah saja Anda akan menjadi pusat perhatian bahkan akan dicap menjadi seorang perusuh. Bisa jadi semua mata akan memandang Anda. Lain ladang, ladang belalang. Lain kolam, lain ikannya. Apa yang biasanya kita anggap biasa, mungkin menjadi sangat luar biasa di tempat lain. Begitupun sebaliknya. Yang kita anggap bermasalah, ternyata malah menjadi adat di tempat lain. Buka mata, muka hati, buka telinga, lebarkan kulit, tajamkan penciuman, pekakan rasa, menjadi kunci bagaimana membawa diri di tempat yang berbeda.

4.      When (Kapan)
Waktu sangatlah penting untuk diperhitungkan dalam menjaga etika komunikasi. Tidak mudah untuk menjadi pandai mengetahui kapan waktu yang tepat untuk membicarakan sesuatu. Mengetahui tentang kebiasaan seseorang yang kita ajak berkomunikasi sangatlah penting agar apa yang kita bicarakan menjadi efektif dan efisien. Misalnya, kapan waktu yang tepat untuk melamar seorang gadis. Tentunya harus dipilih waktu luang dengan suasana yang santai. Temuilah orang tua gadis tersebut sehabis maghrib atau isya, sekitar pukul 7 atau pukul 8 malam.

5.      Why (Mengapa)
Mengapa, suatu pertanyaan yang bisa menjadi tujuan dari arah pembicaraan. Tujuan ini disesuaikan dengan siapa, apa, di mana, dan kapan kita mengutarakan maksud dan tujuan kita. Menentukan arah pembicaraan itu penting. Selain agar bisa lebih fokus, tujuan akan membuat kita memilih kata-kata yang tepat untuk mendapatkan sasaran.

6.      How (Bagaimana)
Tujuan baik, tapi cara penyampaian tidak baik, hancurlah sudah. Komunikasi kita bisa dianggap tidak beretika. Cara membawa rupa, rupa bisa membawa berkah atau petaka. Cara ini sangat penting untuk dipertimbangkan dengan matang. Salah-salah semua yang sudah kita rencanakan menjadi berantakan hanya gara-gara sedikit salah melangkah.

F.      Fase Hubungan Membantu
Fase hubungan membantu ditetapkan dan dipertahankan oleh perawat professional dan meliputi fase prainteraksi, orientasi, bekerja, dan pemutusan. Hubungan membantu adalah suatu ikatan yang membuat perawat menjadi lebih efektif dalam menjalankan proses keperawatan. Perawat bertanggung jawab untuk mengarahkan klien melalui hubungan yang membantu untuk meyakinkan bahwa seluruh kebutuhan klien terpenuhi.
1.      Fase Prainteraksi
Fase prainteraksi adalah waktu dimana perawat merencanakan pendekatan. Proses ini membantu menghindari terjadinya stereotip pada klien dan membantu perawat untuk berpikir mengenai nilai atau perasaan pribadi. Meskipun perawat mungkin merasa resah mengenai klien, hal ini akan mempertajam proses mental dan membantu perencanaan.
Langkah akhir dari fase prainteraksi ini adalah untuk menentukan lokasi dan menetapkan kapan pertemuan dengan klien dilakukan untuk pertama kalinya. Lingkungan yang nyaman, tersendiri, dan menarik akan mempercepat interaksi interpersonal. Perawat juga harus menyediakan waktu yang cukup untuk diskusi.
2.      Fase Orientasi
Fase orientasi dimulai ketika perawat dan klien bertemu untuk pertama kalinya. Fase ini menentukan bagaimana hubungan perawat dank lien selanjutnya. Fase orientasi sangat penting dan seringkali ditandai dengan ketidakpastian dan eksplorasi.
Selama pertemuan pertama, kedua belah pihak secara akrab saling mengkaji. Perawat dan klien membuat kesimpulan dan penilaian atas tingkah laku masing-masing. Komunikasi terapeutik akan menjadi lebih efektif jika perawat tulus, penuh empati, dan perhatian.
Perawat dan klien bertemu dan saling mengenal nama. Ketika hubungan terapeutik dikembangkan, klien akan meminta perawat untuk menjadi lebih santai. Perawat dan klien dapat memahami satu sama lain dan mulai membangun hubungan yang bermakna jika interaksi social diarahkan dengan benar.
Pengujian. Klien seringkali menguji perawat selama fase orientasi. Hal ini disebabkan oleh kesulitan klien dalam memahami kebutuhan untuk membantu, ketakutan untuk mengekspresikan perasaan yang sesungguhnya dan kecemasan yang lebih besar dari pada keinginan untuk berubah. Klien mungkin akan menjadi diam untuk menghindari komunikasi, perawat dapat menunjukkan keinginan untuk membantu dengan menjelaskan tindakan yang diambil dan menunjukkan perawatan dengan baik.
Membangun kepercayaan. Seringkali klien mempercayai perawat namun tidak sanggup untuk meminta bantuan. Mempercayai seseorang memiliki risiko. Ketika klien mulai membagi perasaan dan sikapnya dengan perawat, mereka menjadi mudah dikritik. Klien harus menjadi nyaman dalam mengungkapkan informasi pribadi. Perhatian yang tulus adalah metoda yang kuat untuk mendapatkan kepercayaan.
Mengidentifikasi masalah dan keberhasilan. Dalam pertemuan pertama, perawat mulai mengkaji status kesehatan klien. Melalui observasi dan interaksi, perawat mulai membuat kesimpulan diagnosa. Selama masa orientasi, perawat menggunakan teknik komunikasi untuk mengarahkan klien pada kewaspadaan masalah, memfokuskan pada inti permasalahan, dan mengkaji solusi potensial. Setelah masalah diidentifikasi, perawat dan klien bersama-sama menentukan tujuan.
Menjelaskan peran. Setelah hubungan yang membantu dimulai, peran harus ditetapkan. Hubungan yang membantu membutuhkan partisipasi dari kedua belah pihak namun perawat yang memegang peran sebagai pemimpin. Memimpin bukan berarti mengontrol dalam kesan yang bersifat manipulative. Bahkan, perawat mengambil inisiatif dalam menentukan sudut pandang klien. Klien bertindak sebagai penerima perawatan namun juga memegang peran sebagai partisipan dalam perawatan.
Menetapkan kontrak. Setelah tujuan dan peran didefinisikan dengan jelas, perawat mungkin dapat menetapkan kontrak dengan klien. Elemen kontrak meliputi lokasi, frekwensi dan panjang kontak dengan klien, dan durasi hubungan. Perawat tidak seharusnya melakukan kontrak dengan cara yang terlalu formal tetapi harus memberikan garis besar perjanjian dengan cara dimana ia menjelaskan harapan dan menmyimpulkan langkah untuk meningkatkan perkembangan ke arah kesehatan.
3.      Fase Bekerja
Selama fase bekerja dari hubungan yang membantu, perawat berupaya untuk mencapai tujuan selama fase orientasi. Perawat mendorong ekspresi terbuka perasaan klien. Hal ini mungkin dapat dicapai dengan mendengarkan. Jika klien tidak terbiasa untuk berbagi perasaan, perawat harus sabar dan penuh pemahaman. Empati dan penghargaan perawat akan membantu menelusuri perasaan dan pikiran klien yang sesungguhnya.
Konfrontasi. Perawat membuat klien menyadari inkonsistensi dalam tingkah laku atau pemikiran yang berhubungan dengan pemahaman diri. Teknik ini membantu klien mengenali pertumbuhan atau berhadapan dengan hal-hal penting.
Kesiapan. Perawat memfokuskan interaksi pada situasi sekarang antara perawat dan klien. Klien belajar untuk memahami bagaimana cara mereka berinteraksi dengan orang lain.
Pemaparan diri. Perawat menunjukkan pengalaman, pemikiran, ide, nilai, atau perasaan personal dalam konteks hubungan.
Memadukan komunikasi dengan tindakan keperawatan. Komunikasi sangan penting dalam menunjukan baik tugas-tugas yang memiliki visibilitas tinggi maupun rendah. Pemberian dukungan emosional atau mendidik keluarga klien jelas membutuhkan komunikasi efektif dan juga prosedur asuhan keperawatan.
4.      Fase Terminasi
Selama fase orientasi, perawat mengatakan pada klien kapan ia memperkirakan berakhirnya hubungan. Ketika pemutusan terjadi, klien tidak seharusnya terkejut. Dengan tetap memperhitungkan keberhasilan hubungan, klien harus siap berfungsi secara efektif tanpa dukungan perawat.
Evaluasi hasil yang telah dicapai. Hal vital pada masa pemutusan adalah evaluasi akhir. Perawat mendorong dilakukannya pengkajian atas ketepatan dan menetapkan hasil.
Perpisahan. Bergantung pada hubungan antara klien dan perawat, klien mungkin akan merasa cemas ketika perpisahan makin dekat. Perawat harus meyakinkan bahwa perawatan klien tidak akan terganggu dengan memperkenalkan perawat yang baru atau mengkomunikasikan kebutuhan klien dengan rencana perawatan tertulis. Perawat memberikan informasi yang mungkin dapat membantu perkembangan hubungan yang membantu antara perawat yang lainnya dengan klien.


DAFTAR PUSTAKA

  1. http://perawatpskiatri.blogspot.com/2009/03/komunikasi-terapeutik.html
  2. Hidayat, A. Aziz Alimul.(2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 1. Salemba Medika
  3. Potter-Perry. (2005). Fundamental Keperawatan: konsep, proses, dan praktik. EGC

Selasa, 29 Maret 2011

Asal Usul Kota Rembang Beserta Budayanya


1.Pengantar


   Pada mulanya asal nama Kabupaten Rembang berasal dari penuturan cerita secara turun menurun dan ditulis oleh “Mbah Guru” disebut bahwa nama Rembang berasal dari Ngrembang yang berarti membabat tebu. Dari kata Ngrembang inilah dijadikan nama kota Rembang hingga saat ini.

   Munculnya Pemerintahan Kabupaten Rembang pada masa Kolonial Belanda berkaitan erat sebagai akibat dari perang Pacinan. Terjadinya perang Pacinan pada waktu itu akibat dari peraturan dan tindakan sewenang - wenang dari orang Belanda (VOC) di Batavia pada tahun 1741 yang kemudian meluas hampir keseluruh Jawa termasuk Jawa Tengah.
   Pada tahun 1741 pertempuran meletus di Rembang di bawah pimpinan Pajang. Pada waktu itu kota Rembang dikepung selama satu bulan dan Garnisun kompeni yang ada di kota Rembang tidak mampu menghadapi pemberontak . Rakyat Rembang di bawah pemerintahan Anggajaya dengan semboyan perang suci dengan perlawanan luar biasa akhirnya dapat menghancurkan Garnisun Kompeni.
   Sehingga pada tanggal 27 Juli 1741 ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Rembang. Dengan Suryo Sengkala "Sudiro Akaryo Kaswareng Jagad”" atau disebut “Keberanian Membuat Termasyur di Dunia”.

2.Isi/Pembahasan


Wisata

   Ada beberapa lokasi wisata yang terdapat di Kabupaten Rembang, letaknya tersebar di berbagai lokasi dan dapat dinikmati sesuai dengan minat pengunjung :
a) Wisata Peninggalan Pra Sejarah : Situs Plawangan, Megalitikum Terjan
b) Wisata Kartini : Museum Kartini, Makam Kartini
c) Wisata Pantai & Pulau : Pantai Kartini, Pantai Binangun, Pantai Pasir Putih, Pantai Soka Pulau Gede & Pulau Marongan
d) Wisata Agama : Masjid Agung Rembang, Makam Sunan Bonang Petilasan Sunan Bonang Klentheng Tjoe Hwei Kiong Klentheng Dasun Vihara Ratanavana Arama
e) Wisata Hutan & Gua : Gua Pasucen Embung "Banyu Kuwung" , Hutan Wisata Sumber Semen Hutan Wisata Mantingan.





Budaya


   Masyarakat di Kabupaten Rembang memiliki beraneka ragam budaya daerah, mulai dari budaya daerah yang bernuansa keagamaan hingga budaya daerah yang bernuansa adat-istiadat, Budaya masyarakat banyak dipengaruhi nuansa keagamaan / kepercayaan dan adat-istiadat setempat. Event-event budaya di Kabupaten Rembang, antara lain:

a) Acara Syawalan / Lomban 
   Diselenggarakan setiap tanggal 5,6,7 dan 8 Syawal bertempat dilokasi Obyek Wisata Taman Rekreasi Pantai Kartini. Acara kegiatan ini dimeriahkan dengan hiburan orkes melayu, hiburan anak-anak, dan kesenian tradisional.
b) Penjamasan Bende Becak
   Benda pusaka Sunan Bonang berupa "bende" yang diberi nama "Bende Becak" berukuran garis tengah 10 cm. Zaman dahulu bende ini berfungsi sebagai alat mengumpulkan para wali atau sebagai tanda pemberitahuan akan terjadinya sesuatu peperangan/musibah. Setiap tanggal 10 Dzulhijjah (Hari Raya Idul Adha) pukul 09.00 WIB diadakan upacara penjamasan di rumah juru kunci makam Sunan Bonang. Pada upaca ini dibagi-bagikan ketan kuning serta memperebutkan air bekas penjamasan Bende Becak.




Kesenian Daerah


   Kesenian daerah dapat meramaikan dan memperkaya hiburan dalam wujud seni tari, seni musik, seni bela diri dan seni olah raga lainnya. 
Thong-Thongklek : Thong-Thongklek merupakan musik pengantar makan sahur, yang dilaksanakan dengan berkeliling kampung. Menjelang akhir bulan Puasa diadakan lomba Thong-Thongklek yang diikuti olehi berbagai group di Kabupaten Rembang dengan klasifikasi tradisonal dan elektrik. Lomba dilaksanakan melalui dua tahap penilaian, yaitu show secara berkeliling dengan rute yang telah ditetapkan, dan show di atas pentas.

   Selain kesenian diatas masih banyak lagi kesenian daerah yang terdapat di Rembang antara lain: Ketoprak, Emprak, Orek-orek, Pathol, Barongan, Tayub, dan masih banyak lagi.





Makanan khas


   Rembang mempunyai berbagai makanan khas, secara umum bahan bakunya berasal dari hasil produksi lingkungan alam setempat, dibawah ini beberapa contoh makanan khas dari Rembang :

a) Sate Sarepeh 
sate ayam kampung yang diolah dengan bumbu yang terdiri dari cabe merah, gula merah, santan dan garam. merupakan lauk pauk yang biasanya dirangkai dengan lontong.
b) Mangut
Ikan laut segar yang dipanggang dengan bumbu-bumbu cabe hijau, bawang merah, bawang putih, garam dan santan kental. Sebagai lauk untuk makan siang atau malam dalam menu sehari-hari
c) Sayur Merica
bahan dasarnya ikan laut segar dengan bumbu cabe, merica, bawang merah, bawang putih, kunyit, garam dan air.
d) Lontong Tuyuhan
 lontong dengan opor ayam kampung pedas khas desa Tuyuhan (Kecamatan Pancur),biasanya sekitar jam 15.00 WIB sudah dijual dilokasi desa Tuyuhan di sepanjang pinggir jalan.
e) Dumbeg
dibuat dari tepung beras, gula pasir atau gula aren dan ditambahkan garam, air pohon nira (legen), dan kalau suka ditaburi buah nangka atau kelapa muda yang dipotong sebesar dadu. Kemudian tempatnya dari daun lontar (pohon nira) berbentuk kerucut dengan bau yang khas.
f) Kaoya Dudul
terbuat dari beras ketan, kacang hijau, gula aren atau gula pasir dan garam. Tempatnya dari daun lontar berlubang bulat kecil. Rasanya sangat manis dan gurih.
g) Gula Semut
terbuat dari pohon nira (legen) dengan proses pemanasan, sehingga hasilnya seperti gula pasir atau gula halus yang berwarna coklat.


Adat Istiadat dan Keunikannya

a) Sedekah Bumi dan Sedekah Laut
    Merupakan budaya yang unik, kemungkinan hanya ada di Jawa Tengah yang diantaranya ada di daaerah Rembang. Sedekah bumi diadakan didaerah-daerah yang penduduknya hidup bergantung dari pertanian dan sedekah laut diadakan dibeberapa daerah pesisir yang penduduknya menggantungkan diri dari hasil laut.
    Keunikan dari sedekah bumi ini karena diadakan setiap tahun, sudah merupakan tradisi. Para penduduk desa rela bergotong royong iuran untuk menghadirkan beberapa tontonan gratis bagi masyarakat sekitar. Bahkan pernah ada sebuah desa yang selama tiga hari berturut-turut  membiayai tontonan-tontonan menarik, seperti dangdut, tontonan budaya khas Jawa Ketoprak dan Wayang Kulit. Suasana desa sangat ramai selama tiga hari siang dan malam, penuh dengan bakul dan pengunjung hiburan. 
   Selain itu disiang hari banyak perlombaan, ada perlombaan naik Jambe (sebatang pohong bambu yang tinggi yang diberi oli dengan hadiah-hadiah menarik diatasnya) disetiap RT, lomba tarik tambang, balap karung, bawa di mulut kelereng dengan sendok dan makan krupuk. Bisa dibayangkan meriahnya acara sedekan bumi ini selama tiga hari tiga malam penuh dengan acara.
    Sedekah bumi dan sedekah laut sebenarnya mempuyai sejarah, pada awalnya merupakan pesta tasyakuran masyarakat atas kerja mereka dari hasil bumi dan hasil laut selama setahun. Kemudian mereka mengadakan kondangan (makan bersama), mereka juga menjamu setiap tamu yang hadir dari luar desa dengan makanan dan tontonan budaya. Sebagian besar Desa di daerah Rembang masih mempunyai tradisi sedekah bumi dan sedekah laut. 
    Selain suguhan tontonan para penduduk juga menjamu para tamu dari daerah luar desanya yang mampir ke rumahnya. Tamu yang mampir pasti akan disuguhi dengan makanan berlauk ikan laut. Tradisi menjamu tamu seperti suatu kehormatan dan kebahagiaan tersendiri bagi mereka. Para pengunjung juga dapat menikmati keindahan laut dengan berlayar, bahkan biasanya pemilik kapal (juragan) memenuhi kapalnya dengan berbagai makanan untuk dinikmati pengunjung, semua gratis tanpa dipungut biaya. Tradisi sedekah bumi dan sedekah laut memang seperti pemborosan, tetapi tradisi ini sudah menjadi acara tahunan yang tidak pernah ditinggalkan oleh masyarakat Rembang.
    Tradisi sedekah laut dan sedekah bumi tidak hanya di Rembang, di sebagian besar daerah laut utara dan selatan juga ada tradiri tersebut. Walau zaman terus berubah sedekah bumi dan sedekah laut masih dipertahankan oleh masyarakat Jawa sebagai tradisi warisan nenek moyang.
b) tradisi ngalungi panen raya
   Tradisi ngalungi setelah panen raya dilakukan Sebagai wujud rasa syukur petani khususnya pemilik ternak menghormati keberadaan sapi yang telah berjasa membantu petani mengolah lahan pertanian, khususnya dalam membajak sawah dan memanfaatkan kotorannya  sebagai pupuk. Tradisi ini sebagai perwujudan rasa syukur kepada sang pencipta. Tradisi ngalungi dilakukan dengan mborehi atau mengusap sapi dengan bunga. Dilanjutkan tradisi ngalungi di rumah dengan membagi-bagikan makanan seperti kupat serta lepet kepada tetangga. 
c) Larung Sesaji
   Pawai budaya dan larung sesaji berisi kepala kambing  yang mewarnai tradisi Kupatan dan sedekah laut di Perairan Rembang. Pawai budaya dimulai dari depan tempat pelelangan ikan Desa Tasikagung, Kecamatan Rembang kota pukul 08.30 WIB, sedangkan larung sesaji sekitar pukul 10.00 WIB setelah pawai tersebut.
   Usai pawai budaya, sesaji yang berisi antara lain kepala kambing, tumpeng, kembang tiga rupa, dan rantang makanan, dilarung ke laut. Kepala kambing yang dilarung harus dari kambing jantan. Dipilihnya kambing untuk larung sesaji, karena hewan tersebut merupakan simbol cita-cita dari nelayan setempat agar mendapatkan berkah dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Masyarakat setempat meyakini bahwa usai larung sesaji hasil tangkapan ikan akan melimpah.


Budaya membatik

   Selain itu, di daerah rembang sebelah timur yakni Lasem menyimpan ragam jenis kerajinan rakyat, salah satunya kerajinan batik tulis khas pesisiran. Sampai-sampai orang luar negeri, terutama dari Jepang, Belanda, Inggris, dan Amerika terpikat kepada batik lasem. Biasanya batik identik dengan Solo dan Pekalongan. Padahal, selain kedua daerah tersebut masih ada daerah lain yang juga menghasilkan batik tulis yang tidak kalah indahnya, yaitu Lasem. Kota kecamatan di Kabupaten Rembang sekitar 12 kilometer arah timur kota Rembang ini luasnya 45,04 kilometer persegi dengan jumlah penduduk sekitar 44.879 orang (Litbang Kompas, 2003). Konon para pedagang Tionghoa perantauan yang berdatangan ke Lasem memberi pengaruh besar terhadap corak batik di daerah ini. Banyak yang kemudian menjadi pengusaha batik di kota ini.
    Batik produksi Lasem bercorak khas, terutama warna merahnya yang menyerupai warna merah darah ayam, yang konon tidak dapat ditiru oleh pembatik dari daerah lain. Kekhasan lain terletak pada coraknya yang merupakan gabungan pengaruh budaya Tionghoa, budaya lokal masyarakat pesisir utara, dan budaya keraton (Surakarta dan Yogyakarta). Ketika membuat desain untuk motif batik produksi mereka, para pengusaha pembatikan Lasem dipengaruhi budaya leluhur mereka seperti kepercayaan dan legendanya. Ragam hias burung hong dan binatang legendaris kilin (semacam singa) dan sebagainya mereka masukkan dalam motif batik produksi mereka. Bahkan, cerita percintaan klasik Tiongkok seperti Sam Pek Eng Tay pernah menjadi motif batik di daerah ini. Tidak mengherankan bila kemudian batik produksi Lasem sering disebut sebagai batik “Encim”. “Encim” adalah sebutan kaum Tionghoa peranakan untuk wanita yang usianya telah lanjut.S elain itu pengaruh budaya keraton Surakarta dan Yogyakarta juga terlihat pada motif batik lasem, antara lain pada ornamen kawung, parang dan sebagainya. Sementara pengaruh budaya pesisir terlihat pada warnanya yang cerah seperti warna merah, biru, kuning dan hijau.
   Sekali melihat batik lasem, pasti hati akan tertarik. Sebab, batik itu dibuat melalui proses yang cukup rumit, tanpa menggunakan mesin atau kecanggihan teknologi. Semuanya dikerjakan dengan tangan, sehingga memiliki nilai seni yang cukup tinggi. Proses pembuatannya melalui sembilan tahap. pertama, memotong kain yang disesuaikan dengan ukurannya. setelah itu, diberi pola (gambar), kemudian nerusi (penyempurnaan gambar), nembok (menutupi gambar dengan lilin), mewarnai, nglorot (membersihkan lilin), dan dijemur. setelah kering, kain batik itu dipress kemudia dikemas dan siap dijual.


Kesimpulan / saran



   Rembang adalah salah satu kota yang memiliki berbagai macam kebudayaan unik. ciri khasnya yang asli mampu menarik perhatian banyak orang termasuk kaum wisatawan, baik domestik maupun luar negeri. mulai dari wisata, budaya, kesenian daerah, makanan khas, adat istiadat, sampai dengan kerajinan batiknya yang khas mampu menjadikan kota Rembang yang merupakan  kota kecil menjadi kaya akan budaya & tradisi.
    oleh karena itu kita sebagai orang indonesia dan orang Rembang khususnya, harus mau menjaga budaya & tradisi milik kita sendiri. adalah tugas kita sebagai generasi penerus untuk selalu mempertahankan & menjaga warisan budaya di negeri kita.

Referensi: